
Caption : Sesaat sebelum terjadi insiden pemukulan wartawan di PT GRS
JUARAMEDIA, SERANG – Insiden mengenaskan menimpa sekelompok wartawan di Kabupaten Serang, Banten, Kamis (21/8/2025). Alih-alih menjalankan tugas jurnalistik, mereka justru menjadi korban kekerasan brutal saat meliput inspeksi mendadak (sidak) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di pabrik peleburan timbal milik PT Genesis Regeneration Smelting (GRS).
Caption : Video saat wartawan dikejar-kejar oleh oknum pihak PT GRS
Dalam rekaman video berdurasi 14 detik yang viral, terlihat para jurnalis dikejar, diintimidasi, bahkan dipukuli oleh puluhan pria yang diduga kuat oknum preman bayaran, anggota ormas, hingga aparat keamanan internal perusahaan. Beberapa di antaranya bahkan terlihat menggunakan atribut berseragam.
Kejadian bermula ketika tim KLHK datang untuk menindaklanjuti dugaan pencemaran limbah berbahaya oleh PT GRS. Namun, bukannya terbuka terhadap pemeriksaan, perusahaan justru terkesan telah menyiapkan penghadangan. Begitu para wartawan mengabadikan momen di sekitar pabrik, massa langsung mengamuk.
Teriakan ancaman, kejar-kejaran, hingga pemukulan brutal tak terhindarkan. Seorang wartawan bahkan harus meninggalkan motornya demi menyelamatkan diri.
“Saya cuma mau dokumentasi sidak KLHK. Tiba-tiba mereka datang, langsung mukul. Saya lari ninggalin motor. Kalau nggak lari, bisa mati di situ,” ungkap seorang wartawan dengan wajah memar.
Peristiwa ini menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana mungkin di era keterbukaan, wartawan justru menjadi korban kekerasan saat menjalankan fungsi kontrol sosial? Dugaan adanya persekongkolan antara perusahaan dan aktor-aktor kekerasan makin menguat.
Aktivis, organisasi pers, hingga pegiat HAM menilai kasus ini mencoreng demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Mereka mendesak aparat penegak hukum, Komnas HAM, dan Dewan Pers untuk segera turun tangan.
Insiden kekerasan terhadap jurnalis bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman langsung terhadap demokrasi. Jika dibiarkan, kasus ini bisa menjadi preseden buruk di masa depan. (budi /jm)