
SERANG – Laskar Merah Putih Perjuangan (LMPP), Aliansi Banten Menggugat, Pusat Analisis Transparansi Anggaran dan Jaringan Masyarakat Banten Anti Korupsi dan Kekerasan melakukan aksi demo dengan membakari menyan, di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten dan kantor Gubernur Banten, sebagai simbol sulitnya menegakan hukum di Banten. Rabu (18/9).
Ormas dan LSM yang tergabung dalam Presidium NGO Banten itu mendesak agar Kejaksaan Tinggi mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi terkait pembebasan lahan SMA N 2 Leuwidamar yang diduga dilakukan oknum pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten Tahun Anggaran 2017/2018.
Tanah seluas 2000 meter yang dibebaskan untuk pembangunan ruang kelas masih menyisakan masalah, yang mana pada saat proses pembayaran tanah dilakukan dengan cara bertahap. Pembayaran tanah tersebut diduga menggunakan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMAN 2 Leuwidamar.
Irwan Bungsu, koordinator aksi saat ditemui di sela-sela aksi mengatakan, pihaknya mendesak Kejati Banten untuk memeriksa para oknum yang terlibat dalam kasus dugaan pembebasan lahan SMAN 2 Leuwidamar sampai proses penuntutan dan menjadikan perkara pembebasan lahan hingga memiliki kekuatan hukum tetap (inkrach).
Lanjut Irwan, selain Dinas Pendidikan, pihaknya juga menyikapi Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Banten dalam beberapa persoalan.
Pembangunan Landscape Gedung Perkim Tahun 2017 sebahai Pelaksana PT Defani Energy Konsultan, PT. Parindo Raya Enginering, nilai kontrak Rp3.143.700.000,-
PembangunanWorkshop Tahun 2018, Pelaksana PT. Selaras Moura, konsultan PT. Sketsa Karya Mandiri, nilai kontrak Rp3.941.859.700,-
Pembangunan Sport Center Tahun 2018 Pelaksana PT. Anugerah Bangun Sejahtera, Konsultan PT. Buana Cakra Konsultan, nilai kontrak Rp. 16.973.719.000,-
Namun pihak dinas membayar full, padahal mutu yang terhampar tidak sesuai dan akhirnya BPK menemukan kerugian keuangan negara senilai Rp530.000.000 dan harus dikembalikan ke kas daerah dengan jangka waktu enam bulan.
Dalam hal ini apapun bentuk pencurian dan pengurangan mutu yang diduga tidak sesuai dengan RAB adalah pidana yang harus dipertanggung jawabkan, mencuri dan mengurangi mutu beton yang dipasang adalah pencurin dan pencurian tidak dapat hanya cukup uang dikembalikan ke negara, pidana harus tetap dilanjutkan demi penegakan hukum di provinsi banten.
Masih menurut Irwan, yang ketiga. Sekda Banten diduga membohongi publik dengan terbitnya surat Kementerian Dalam Negeri nomor : 009/6454/s3 tentang imbauan untuk tidak melakukan perjalanan dinas luar negeri sebagai petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH) dengan pembiayaan dibebankan pada APBD yang dikeluarkan pada tanggal 16 Juli 2019.
“Patut diduga sekretaris daerah banten telah melanggar regulasi dan ketentuan surat imbauan,” kata Irwan.
Sekretaris Daerah Banten, imbuhnya, telah mengeluarkan surat tugas nomor : 600/2024-kesra/19 yang memerintahkan kepada nama nama petugas haji daerah tahun 2019 yang tercantum dalam lampiran surat dan untuk melaksanakan tugas sebagai petugas haji daerah provinsi banten 1440 H/2019 di Arab Saudi.
“Dari nama-nama sesuai lampiran surat tugas nomor : 80/2024-kesra/10 tanggal 19 Juni 2019 telah memberangkatkan petugas haji daerah Provinsi Banten sebanyak 14 orang,” ujarnya.
Lanjut Irwan, Sekda Banten diduga telah melanggar ketentuan dan mengangkangi surat edaran Mendagri terkait imbauan petugas haji dengan pembiayaan dibebankan pada APBD 2019.
“Imbauan untuk tidak melakukan perjalanan dinas luar negeri yang dibebankan pada APBD diduga Sekretaris Daerah Banten telah membangun opini publik yang mana petugas haji yang diberangkatkan menggunakan dana pribadi, namun pada kenyataanya petugas penyelenggara ibadah haji daerah menggunakan dana APBD melalui biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra),” pungkasnya. (tis/yaris)
Tidak ada komentar