Caption : Ilustrasi
JUARAMEDIA, LEBAK – Dugaan pemotongan bantuan program ketahanan pangan 2025 di Desa Girimukti, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, terus menuai sorotan. Setelah sejumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mengaku diminta menyisihkan 5 liter hingga satu karung beras serta 1–2 liter minyak, kini aktivis pemerhati kebijakan publik ikut angkat suara dan mendesak aparat bertindak.
Aktivis pemerhati kebijakan publik di Banten , Mambang, menilai dugaan pemotongan bantuan tersebut bukan perkara sepele. Ia menegaskan bahwa jika benar terjadi, praktik tersebut merupakan pelanggaran serius yang merugikan masyarakat kecil.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Bantuan dari pemerintah harus diterima utuh oleh KPM. Jika ada pemotongan, warga berhak melapor ke inspektorat atau aparat penegak hukum,” tegas Mambang, Kamis (11/12/2025)
Menurutnya, dugaan praktik pengumpulan kembali beras bantuan secara terkoordinir membuka tanda tanya besar soal integritas pengelolaan bantuan di tingkat desa. Ia meminta pemerintah daerah dan aparat segera turun tangan untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam penyaluran bantuan yang diperuntukkan bagi ketahanan pangan masyarakat.
Sejumlah warga sebelumnya mengaku bahwa setelah bantuan beras 10 kg dan minyak goreng dibagikan, perangkat desa meminta sebagian isinya untuk dikumpulkan kembali dengan dalih akan diberikan kepada warga yang tidak mendapatkan bantuan. Namun mekanisme tersebut dinilai tidak transparan karena dilakukan tanpa persetujuan resmi dan tanpa dasar aturan yang jelas.
Mambang menilai pola seperti ini rawan disalahgunakan. “Jika memang ada warga yang belum terdata, solusinya bukan mengambil hak warga lain. Pemerintah desa harus memperbaiki pendataan, bukan memotong bantuan secara sepihak,” ujar mantan Ketua Kumala, Priode 2022-2024 ini.
Mambang juga mengatakan pemotongan bantuan sosial (bansos), termasuk Bantuan Ketahanan Pangan, merupakan tindakan yang melanggar hukum.
” bisa masuk pungli atau korupsi, karena disini ada uang negara, dan bisa di proses secara hukum ” tegasnya
Jika ada aparat desa, RT/RW, panitia, atau pihak lain meminta “jatah”, “potongan”, atau “pengumpulan kembali” beras/uang dari penerima manfaat, kata Mambang itu masuk kategori pungutan liar.
” Dasar hukum: Perpres 87/2016 tentang Satgas Saber Pungli, Setiap pungutan yang tidak memiliki dasar hukum resmi adalah tindak pungli.” katanya.
Selanjutnya kata Mambang Bansos adalah uang negara atau barang negara. Mengambil sebagian bantuan untuk keuntungan pribadi atau kelompok merupakan perbuatan melanggar hukum
” Dasar hukumnya yaitu UU Tipikor (UU 31/1999 jo. 20/2001) Pasal 12 huruf e & Pasal 3, Menguntungkan diri sendiri/orang lain dengan menyalahgunakan kewenangan, dan ancaman hukumnya 4–20 tahun penjara.” tegas Mambang
Selain itu,hal tersebut juga melanggar Aturan Penyaluran Bansos. Sebab, sambung Mambang dalam pedoman umum bantuan sosial (Kemensos dan Pemda), bantuan harus diberikan utuh kepada KPM (Keluarga Penerima Manfaat).
” Artinya, setiap potongan untuk alasan apa pun tidak dibenarkan.” katanya.
Ia juga mendorong KPM yang merasa dirugikan untuk tidak takut melapor agar persoalan ini terang-benderang.
Program Ketahanan Pangan 2025 seharusnya menjadi instrumen pemerintah dalam menjaga stabilitas pangan dan membantu masyarakat kecil. Dugaan penyimpangan dalam pelaksanaannya dikhawatirkan dapat merusak kepercayaan publik terhadap program bantuan sosial.
Hingga berita ini diterbitkan, Kades Desa Girimukti belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pemotongan tersebut. (budi)
Yayat - JuaraMedia