Di Pembaringan Sunyi, Langit Langit Kamarpun Turut Bernyanyi

Ini bukan syair tentang surga atau neraka, yang sudah lama diperebutkan para kurcaci dari zaman rambut Nuh yang paling purba. Ini hanya kaca benggala, di mana kita minum dan buang hajat di dalamnya.

Purnama ke sembilan pernah berpesan: Perempuan yang dilahirkan kata-kata, tak akan bisa menjadi puisi indah. Tetapi laki-laki yang tercipta dari patahan sajak, kelak ia akan menjadi prosa yang bertanggung jawab dan beranak pinak.

Sedangkan aku yang dilahirkan oleh rahim sunyi, tercatat rapi sejak azali, mengeja hidup tuk menyemai bait-bait cinta kasih di taman sastrawi, setidaknya jadi pelipur penghalau derita hati.

Semua tahu, engkau yang lebih memahami dunia, sedang aku hanya penikmat keindahannya saja. Kau pun tahu ada jeda di antara kita, bahkan teramat banyak duri pemisah. Tapi percayalah, itu bukan bencana, yang sepintas lalu kan berganti musim dilipatan waktu yang kian renta.

Mereka yang setia merapalkan mantra-mantra sastrawi, hendaknya tidak bernyanyi terlalu cadas di altar politik praktis, atau meludah di kain kapan religi yang kerap kau intip dari sedotan es teh poci. Tetaplah menjadi air sungai, yang mengalir dari hulu ke hilir, hingga bermuara di lautan karya abadi, tuk segarkan jiwa-jiwa sepi pecinta kearifan dunia imaji.

Kita adalah taman bunga dengan semerbak ribuan wangi, dari sana pula, kumbang dan kupu-kupu cantik diperebutkan. Tetaplah begitu, meski kau tak pernah laku, tak pernah tahu, ke mana angin meniup. Kuncup dan mekar bukan pilihan, itu sudah guratan tanah, di mana kita pasrah, pada pergantian musim yang sudah lama bergulir dari zaman Adam kesepian sampai zaman gawai yang serba transparan, tapi kau tetaplah cinta. Pecinta sastra paling abadi di dunia fana.

 

_DS02102021

 

.

 

*PUISI BURUNG KUNTUL*

 

Pagi berkisah surga indah di negeri Palapa

 

siang berganti cerita klaster burung kuntul yang fanatisme buta

 

dan malam masih setia mendongeng kuda ranjang berwajah bidadari

 

lalu kita tertidur lelap sekali

mimpi yang tak akan pernah kembali lagi

 

itulah aku di ngengat waktu

selebihnya hanya ingau

di embus desau

ambigu

 

Dhani Sugesti

11/2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *