Soal Polemik RUU HIP, Ini Sikap Dimyati Anggota Komisi III DPR RI

 

Dr.H.A Dimyati Natakusumah,SH,MH,MSi, Anggota Komisi III DPR RI

 

JUARAMEDIA PANDEGLANG
Sikap Dr.H.A Dimyati Natakusumah,SH,MH,MSi sebagai anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS asal Dapil Kabupaten Lebak dan Pandeglang soal Rancangan Undang-Undang Haluan Idiologi Pancasila (RUU HIP) yang kini menjadi sorotan dan menuai polemik.

“RUU HIP ini banyak secara konten tidak sesuai karena ada wacana perubahan pancasila Menestrisila atau ekasila. Selain itu, perubahan makna ketuhanan pun patut dipersoalkan.” tandas Dimyati saat dikonfirmasi awak media, Rabu (17/06/20) di Pandeglang.

Dimyati suami dari Bupati Pandeglang ini, saat ditanya banyak kritik yang muncul dari berbagai elemen masyarakat yang menyebut Pembahasan RUU HIP terkesan tertutup dan buru-buru di masa pandemi Covid-19 ini.

“Kita (F-PKS,-red) menolak karena secara prosedural dalam membahas hal atau sesuatu yang fundamental yaitu dasar negara tetapi di dalam kondisi pandemi yang tidak efektif sehingga kita tidak punya waktu untuk melakukan konsultasi publik dan kajian kajian bersama para pakar (ahli hukum).” beber Dimyati

Apakah pembahasan RUU HIP melibatkan berbagai elemen masyarakat, dikatakan Dimyati, bahwa justru kalau melibatkan seluruh elemen masyarakat kegaduhan ini tidak akan terjadi.

“Artinya dalam pembahasan RUU ini kita menyerap aspirasi dan pendapat dari publik selanjutnya kita bahas di DPR. Sekarang kan terjadi penolakan dari berbagai elemen masyarakat karena kesanya ini terburu buru, bahaya sekali ini, apalagi ini membahas yang fundamental.” tegasnya.

Dikatakannya, yang mendasari dilakukannya pembahasan RUU HIP yaitu Pancasila sebagai ideologi tak seharusnya dibahas lagi.

“Dengan demikian RUU HIP sebetulnya tak perlu lagi dibahas karena akhirnya hanya akan membikin gaduh.
Secara ideologi, bangsa Indonesia ini sudah selesai, jangan dibawa lagi ke pertarungan ideologi.” kata Dimyati

Lebih lanjut Dimyati mengatakan, ada substansi draf RUU HIP yang masih perlu diperdebatkan diantaranya Kesalahan pertama penyusunan RUU HIP adalah menggunakan rangkaian kata-kata “Ideologi Pancasila.” Dalam Empat Pilar MPR dinyatakan bahwa Pancasila adalah Ideologi Negara. Dengan demikian menulis Ideologi Pancasila adalah suatu pengulangan sehingga menjadi “Haluan Ideologi Pancasila

Kesalahan kedua, dan yang paling salah adalah membuat Undang-Undang untuk Pancasila. Sesuai dengan UU No. 12 tahun 2011, semua Undang-Undang letaknya di bawah Pancasila. Tidak ada dasar hukum di atas Pancasila yang dapat memberi legitimasi membuat Undang-Undang untuk Pancasila. Oleh karena itu, pemikiran yang sangat aneh akan membuat Undang-Undang untuk sumber segala sumber hukum negara Indonesia. Ini suatu kesalahan logika berpikir lagi. Oleh karena itu, sebaiknya pembahasan RUU HIP dibatalkan.

“Jika pembahasan RUU HIP dilanjutkan maka Fraksi PKS meminta agar TAP MPRS XXV/MPRS/1966 dimasukan sebagai konsideran dalam RUU HIP. Kemudian Fraksi PKS juga menolak agar Pancasila diperas menjadi trisila dan ekasila. Terakhir, sila Ketuhanan Yang Maha Esa harus tegas ditempatkan sebagai sila utama yang melandasi, menjiwai, dan menyinari sila-sila lainnya.” ujarnya, seraya menambahkan bahwa jika usulan Fraksi PKS yang juga menjadi aspirasi masyarakat tersebut tidak diakomodir maka lebih baik draf RUU HIP ditarik kembali atau dibatalkan. (dni)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *