Pejabat Tak Boleh Gunakan Mobil Dinas Untuk Kepentingan Pribadi 

Wakil Ketua MUI Kabupaten Lebak, KH Ahkmad Khudori 

Penulis :Arya |Editor :Budy 

JUARAMEDIA.COM LEBAK – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak mengimbau pejabat negara maupun pejabat daerah tidak menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi karena dapat membebani anggaran.

“Kami berharap pejabat itu bisa menghemat dan mengirit anggaran,” kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Lebak KH Ahkmad Khudori, di Lebak, Rabu (19/02/2020).

Penggunaan kendaraan dinas yang dibiaya negara itu, tentu harus dihemat dan ditekan sedini mungkin agar tidak menjadikan beban operasional cukup besar ditanggung pemerintah.

Biasanya, kata dia, pada hari libur, seperti akhir pekan maka sebaiknya kendaraan dinas tersebut tidak digunakan untuk keperluan pribadi.

Selain itu pejabat juga tidak melakukan pelanggaran dengan menggantikan nomor polisi kendaraan dinas berplat merah menjadi plat hitam.

Prilaku pejabat seperti itu,tentu tidak memiliki akhlak yang baik, bahkan mereka juga melakukan pelanggaran berat dan bisa diproses secara hukum.

Sebab, menggantikan kendaraan plat merah menjadi hitam dipastikan melanggar Undang-Undang Lalulintas.

Dengan demikian, MUI Lebak mengajak pejabat dapat menghemat biaya operasional dan jika hari libur maka kendaraan dinas tersebut lebih baik diparkirkan di kantor.

“Kami berharap kendaraan dinas itu bila libur tidak digunakan untuk kepentingan pribadi,” katanya menjelaskan.

Menurut dia, kepemimpinan pemerintahan Umar Bin Khatab yang tidak lain sahabat Nabi Muhammad SAW patut dijadikan contoh oleh pejabat di Tanah Air.

Sebab, kepemimpinan pemerintahan Umar Bin Khatab itu cukup sederhana dan tidak menggunakan fasilitas negara.

Beliau melaksanakan pemerintahan dengan ikhlas untuk membangun kemajuan dan kesejahteraan masyarakat guna mewujudkan “baldatun toyyibatun warobun ghofurr (negara aman damai dan penuh ampunan).

“Kami yakin apabila pejabat itu bisa menghemat dan mengirit anggaran dipastikan bisa mensejahterakan masyarakat,” katanya.

Ia juga meminta pejabat dalam melaksanakan tugasnya tentu harus bersikap jujur dalam penggunaan anggaran dan disesuaikan dengan kebutuhan.

Artinya, kata dia, jangan sampai biaya tugas ke luar daerah menghabiskan dana negara Rp2 juta.

Namun, dalam surat pertanggungjawaban (SPJ) menggunakan anggaran Rp5 juta.

Perbuatan seperti itu, tentu tidak bersikap jujur juga sama dengan melakukan tindak pidana korupsi.

“Saya kira perbuatan korupsi hukumnya haram dan melakukan pelanggaran hukum negara,” ujarnya menegaskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *